
Ganjar Pranowo Memimpin Transformasi Menuju Ekonomi Sirkular dengan Energi Terbarukan di Jawa Tengah
JAKARTA, iNews.id – Selama dua periode memegang jabatan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo berhasil mengilhami sistem ekonomi sirkular yang menguntungkan masyarakat setempat.
Keberhasilan ini diwujudkan melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Kepedulian dan komitmen Ganjar Pranowo terhadap EBT telah mendapatkan apresiasi tinggi, terutama dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Republik Indonesia.
Menurut Bappenas RI, Jawa Tengah adalah provinsi yang memimpin inisiasi awal dalam menerapkan sistem ekonomi sirkular. Penilaian ini didasarkan pada keberhasilan pendirian 2.353 desa mandiri energi (DME) di Jawa Tengah, yang terdiri dari 2.167 inisiatif DME, 160 DME dalam tahap pengembangan, dan 26 DME yang sudah mapan.
Pengembangan EBT adalah langkah strategis Ganjar Pranowo untuk membantu masyarakat mengurangi beban biaya energi sehari-hari. Lebih jauh lagi, ini memberikan solusi proaktif bagi Jawa Tengah untuk menghadapi tantangan masa depan terkait ketersediaan bahan bakar fosil.
Ganjar Pranowo Pimpin Transformasi Menuju Ekonomi Sirkular dengan Energi Terbarukan di Jawa Tengah
Program ini melibatkan pemanfaatan berbagai sumber daya alam (SDA), termasuk biogenic shallow gas (gas rawa), biogas, pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan berbagai teknologi terkait.
Dari segi potensi geografis, Jawa Tengah memiliki kesempatan besar untuk mengembangkan EBT yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Contohnya adalah pengembangan gas rawa. Hingga saat ini, Ganjar terus membangun instalasi gas rawa atau biogas dangkal di enam lokasi yang tersebar di empat kabupaten di Jawa Tengah.
Instalasi ini telah dihubungkan ke setiap pemukiman warga, yang signifikan mengurangi konsumsi gas dan liquified Petroleum Gas (LPG) yang diperlukan untuk keperluan rumah tangga.
Eko Purwanto, Kepala Desa Bantar, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara, mengungkapkan rasa terima kasih warganya karena ketersediaan LPG sangat terbatas.
“Sangat menggembirakan karena ini lebih mudah dan ekonomis. Harga LPG di sini bisa mencapai Rp 23 ribu per tabung dan sulit ditemukan,” kata Eko dalam sebuah wawancara.
Selain itu, pengembangan PLTS juga berdampak positif pada sektor pertanian. Instalasi panel surya di beberapa kawasan pertanian membantu mengurangi penggunaan bahan bakar.
Panel surya juga digunakan untuk mengoperasikan pompa air, yang sebelumnya mengonsumsi solar. Selain kawasan pertanian, 10 pondok pesantren (Ponpes) juga telah menerima bantuan instalasi PLTS.
Sebelum adanya PLTS, pemilik ponpes harus mengeluarkan biaya listrik bulanan sebesar Rp 1,5 juta. Namun, dengan adanya PLTS, biaya listrik mereka berkurang hingga 50% hingga 70%, terutama saat musim panas.
Selain di kawasan pertanian dan Ponpes, PLTS juga diterapkan di bangunan pemerintah seperti rumah sakit dan balai masyarakat.
Ganjar Pranowo menyadari bahwa penggunaan bahan bakar fosil akan semakin terbatas dan harganya semakin meningkat.
Meskipun tantangan besar dihadapi, termasuk biaya yang signifikan, Ganjar yakin bahwa dengan komitmen yang kuat dan sinergi antar berbagai pihak, semua ini dapat dicapai secara bertahap.
Editor : Komaruddin Bagja
Follow Berita iNews di Google News
Bagikan Artikel:
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews.id tidak terlibat dalam materi konten ini.