
BI Diprediki Tahan Suku Bunga Acuan di 5,75 Persen, Ini Alasannya
JAKARTA, iNews – Bank Indonesia (BI) diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen. Hal ini terkait dengan perkembangan terkini kondisi ekonomi Indonesia dan global yang jauh lebih baik.
Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, mengatakan ada beberapa alasan BI mempertahankan suku bunga acuan di 5,75 persen.
Pertama, dari sisi internal, situasi keuangan dan moneter Indonesia jauh lebih baik dibandingkan beberapa bulan lalu.
Hal ini terlihat dari inflasi yang menunjukkan tren menurun. Meski saat ini masih di atas target BI, inflasi telah melewati puncaknya dan secara konsisten menurun menuju level 4 persen.
Kedua, secara eksternal, rupiah menguat cukup kuat dalam sebulan terakhir dan saat ini relatif stabil di kisaran Rp 15.000.
Hal ini juga mengingat The Fed juga mengurangi agresivitas pengetatan kebijakan moneter pada pertemuan FOMC terakhir.
Ketiga, perbedaan imbal hasil antara obligasi pemerintah Indonesia dan US Treasuries cukup terjaga dan cukup menarik untuk menarik aliran modal masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Sejak pertengahan Januari, Indonesia mengalami aliran masuk modal yang relatif besar, mencapai US$1,95 miliar pada minggu kedua bulan itu.
Ia mengungkapkan ada beberapa faktor yang berperan dalam mendorong aliran modal ke Indonesia. Secara eksternal, perlambatan kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh berbagai bank sentral, terutama The Fed, telah membatasi tingkat pengembalian yang dapat diperoleh investor.
Implikasinya, investor mengalihkan portofolionya ke aset yang lebih berisiko, termasuk instrumen keuangan di negara berkembang seperti Indonesia.
“Menimbang berbagai faktor, kami melihat BI perlu mempertahankan suku bunga acuan di 5,75 persen untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar dengan tetap melanjutkan kebijakan makroprudensial tanpa mengganggu momentum pemulihan ekonomi saat ini,” kata Riefky di Jakarta, Rabu (15/10). 2/2019). 2023).
Ia menjelaskan, secara domestik, prospek kondisi ekonomi Indonesia saat ini dan ke depan yang lebih baik setelah rilis data PDB yang meningkat melebihi ekspektasi menjadi faktor penarik aliran modal ke pasar keuangan domestik.
“Akibatnya, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun turun dari 6,91 persen pada pertengahan Januari menjadi 6,73 persen pada pertengahan Februari,” kata Riefky.
Sebaliknya, imbal hasil periode 1 tahun meningkat dari 5,55 persen menjadi 5,74 persen pada periode yang sama; membuat kurva imbal hasil lebih curam dan menunjukkan bahwa investor melihat situasi ekonomi Indonesia saat ini telah mencapai tahap pemulihan penuh.
Selain itu, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$139,4 miliar pada Januari 2023, naik sekitar US$2,17 miliar dari US$137,23 miliar pada bulan sebelumnya dan mencapai level tertinggi dalam 11 bulan terakhir.
“Lonjakan cadangan devisa didorong oleh penerbitan global bond dan penerimaan dari pajak dan jasa. Total cadangan devisa saat ini setara dengan 6,1 bulan impor atau 6 bulan impor plus,” kata Riefky.
Soal pembayaran utang luar negeri, kata Riefky, kemampuan Indonesia jauh melebihi standar kecukupan setara tiga bulan impor.
“Cadangan devisa Indonesia yang besar dapat memberikan tambahan ruang kebijakan yang dapat diambil BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah ke depan,” kata Riefky.
Editor : Jeanny Aipassa
Ikuti iNews di Google Berita
Bagikan Artikel: